Pengenhamil.com – SURABAYA – Menurut data dari Global Cancer Observatory (Globocan), pada tahun 2022 lebih besar dari 408.661 persoalan hukum tumor ganas baru terjadi di area Indonesia. Salah satunya adalah karsinoma payudara. Meski lebih banyak rutin terjadi pada wanita, karsinoma susu juga sanggup menyerang pria.
Kanker susu seringkali sulit terdeteksi pada tahap awal dikarenakan ukurannya yang digunakan kecil. Benjolan baru dapat teraba apabila ukurannya cukup besar. Meski demikian, tak semua benjolan pada kelenjar susu berarti kanker. Oleh akibat itu, pemeriksaan sejak dini penting diadakan guna menegaskan apakah benjolan yang dimaksud tumor ganas atau bukan.
Dokter spesialis bedah, Dr dr Desak Gede Agung Suprabawati SpB(K)Onk mengatakan, kesadaran warga dalam Indonesia untuk melakukan deteksi dini terhadap suatu penyakit sangat kurang. Hal ini menjadi kendala juga perhatian kritis dari semua pihak. Di luar negeri, orang datang memerikasakan kondisi tubuhnya ke rumah sakit atau dokter sejak awal atau ketika belum ada keluhan.
“Sebaliknya di area Indonesia, sekitar 70-80 persen orang memeriksakan kondisi tubuhnya itu ketika sudah ada stadium lanjut,” katanya di area sela acara ‘Sadari lalu Kenali Kanker Payudara’ yang tersebut dijalankan Ciputra Hospital Surabaya, Hari Sabtu (21/12/2024).
Maka dari itu, dr Desak mengumumkan apabila sadanis serta sadari menjadi elemen penting untuk menjaga dari risiko penyakit, termasuk neoplasma payudara. Sadari berarti mengenal tumor ganas payudara, sementara sadanis berarti pemeriksaan tumor ganas kelenjar susu secara klinis.“Pengenalan dini neoplasma susu menjadi langkah penting, tetapi memang benar bukan semua benjolan pada sekitar dada adalah kanker,” ujarnya.
dr Desak mengungkapkan, hingga pada waktu ini pemicu munculnya neoplasma kelenjar susu belum terdeteksi secara pasti. Hal ini berbeda dengan tumor ganas lain yang dimaksud penyulut utamanya sudah terdeteksi secara pasti. Meski demikian, bukanlah berarti dokter tak dapat menyiasatinya. “Mereka punya yang tersebut namanya faktor risiko, jadi ada pihak-pihak tertentu yang tersebut memiliki peluang lebih banyak tinggi dari orang lainnya,” terangnya.
“Risiko pertema tentu akibat kita perempuan. Semua perempuan mempunyai potensi. Kemudian ada faktor keturunan. Bukan berarti semua orang pada link keluarga ada riwayat satu tumor ganas semata telah otomatis kita kaitkan dengan faktor keturunan. Hanya sekitar 5-10 persen memang benar keturunan,” imbuh dr Desak.
Guna membantu rakyat di melakukan skrining dini terhadap risiko tumor ganas payudara, Ciputra Hospital Surabaya menghadirkan Automated Breast Ultrasound (ABUS), teknologi 3D ultrasound untuk skrining payudara.
Dokter Spesialis Radiologi Ciputra Hospital Surabaya, dr Sidharta Sp.Rad mengatakan, ABUS merupakan pilihan skrining alternatif yang tersebut nyaman. Ciputra Hospital Surabaya memilih Invenia ABUS 2.0 untuk membantu meningkatkan deteksi tumor ganas kelenjar susu pada wanita dengan kelenjar susu padat.
“Pemilihan ini sangat cocok untuk wanita di dalam Asia juga di tempat Indonesia, dikarenakan 76% hingga 80% wanita tergolong dari dense breast dengan klasifikasi sangat padat lalu merupakan pemeriksaan yang mana nyaman tanpa radiasi,” paparnya.
Dengan skrining dini, lanjut dia, diharapkan mampu menekan bertumbuhnya risiko karsinoma susu kemudian menurunkan prospek kematian. Hasil pembacaan dari ABUS sendiri, lanjut dr Sidharta, sangat cepat sekitar 1-2 jam sudah ada bisa jadi diketahui. “Kita hadir untuk memberikan layanan untuk masyarakat. Kebetulan, pada waktu ini hingga Februari 2025 ada promo cuma dengan Mata Uang Rupiah 1,5 jt dapat melakukan skrining ABUS di tempat Ciputra Hospital Surabaya, sudah ada termasuk konsultasi dokter spesials lalu radiologi,” ungkapnya.
Salah satu pengurus Lovepink Indonesia (Organisasi non-profit yang mana berfokus pada Kampanye Kesadaran Deteksi Dini Kanker Payudara), cabang Surabaya, Asih Suprapti berharap, skrining ABUS bisa saja menjadi layanan untuk deteksi dini tumor ganas payudara, sehingga mampu menekan penderita baru. Karena risiko menderita neoplasma kelenjar susu itu tiada mengenal usia. “Di anggota kami, ada yang digunakan baru berusia 17 tahun telah terkena tumor ganas payudara. Bahkan sekitar 70 persen penderitanya berusia 50 tahun ke bawah,” katanya.